Minggu, 22 November 2015

Tugas Ilmu Sosial Dasar Tentang Kejadian Hal atau Peristiwa yang Mempengaruhi Kehidupan Sosial di Lingkungan Masyarakat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
        Era reformasi 1998 merupakan sebagian dari masa kelam dari pemerintahan di Indonesia. Kejadian ini diawali setelah Soekarno diturunkan dan dicabut kepresidenannya pada tanggal 12 Maret 1967, Soeharto mengambil alih posisi presiden Indonesia. Pada masa pemerintahannya, Soeharto amat sangat mengekang kebebasan berpendapat hingga melarang adanya bentuk protes apapun yang dilakukan oleh mahasiswa. Pada tahun 27 Juli 1996, pihak bersenjata menyerang markas PDI di Jakarta Pusat. Pada masa itu, Megawati Sukarno putri yang diangkat menjadi ketua partai dinilai berbahaya oleh pemerintahan Orde Baru. Pada 29 Mei 1997, pemilu dilakukan dan dimenangkan oleh Golkar dengan 74% suara. Pemilu ini dinilai telah dicurangi dan menyebabkan kemarahan publik. Hal ini berujung pada salah satu catatan kelam negara kita, tragedi Trisakti, 12 Mei 1998.
        Kita sebagai orang awam yang belum terlalu mengerti wajib mengenal dan mengikuti perkembangan sejarah di Indonesia. Tentu hal ini kita lakukan untuk menambah pengetahuan kita tentang sejarah di bumi pertiwi kita ini. Mengenal dan mengikuti perkembangan tersebut ditujukan untuk menambah rasa cinta kita kepada bangsa dan negara. Berdasarkan latar belakang di atas maka kami tertarik untuk membuat makalah yang membahas tentang “Masa Kelam Reformasi 1998”.


1.2 Tujuan
         Tujuan dalam pembuatan makalah “Masa Kelam Reformasi 1998” ini adalah:
1.2.1 mengetahui arti dari reformasi 1998
1.2.2 Mengerti jalanya perkembangan / kronologi terjadinya reformasi 1998
1.2.3 Mengerti Penyebab terjadinya reformasi 1998
1.2.4 Mengetahui akibat yang ditimbulkan dari terjadinya reformasi 1998
1.2.5 Membahas tujuan dari unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa untuk menghendaki terjadinya reformasi 1998.
             
             



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Reformasi 1998


Reformasi merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru. Buah perjuangan reformasi itu tentu tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat, namun membutuhkan proses dan waktu. Bahkan dalam perjalanan nya Reformasi juga menelan banyak korban. Korban tersebut tidak lain dan bukan ialah warga negara indonesia yang mayoritas adalah para kalangan mahasiswa itu sendiri. Terjadi kekacauan dimana mana yang diakibatkan oleh rakyat indonesia yang tidak percaya lagi terhadap rezim yang berkuasa pada waktu itu. Tentu perjuangan menegakan perubahan yang disebut reformasi ini merupakan tonggak sejarah baru bagi bangsa indonesia itu sendiri. Kenapa begitu? Dengan ditandai runtuhnya politik dinasti yang didiirikan oleh penguasa pada waktu itu. Rezim yang berkuasa telah mengusai 3 pilar negara yaitu Eksekutif (pemerintah), Legislatif (DPR,MPR),dan Yudikatif (MA), dan bahkan juga menguasai ABRI (TNI,POLRI). Rakyat telah berhasil menggulirkan kembali roda demokrasi yang terkekang pada zaman nya tersebut.
.


2.2 Kronologi Reformasi 1998
Berikut ini adalah kronologis singkat dari perjuangan rakyat indonesia yang mayoritas merupakan para mahasiswa dalam menegakkan keadilan pada era reformasi 1998:
22 Januari 1998
Rupiah tembus 17.000,- per dolar AS, IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya.
12 Februari
Soeharto menunjuk Wiranto, menjadi Panglima Angkatan Bersenjata.
5 Maret
Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI
10 Maret
Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan Presiden lima tahun yang ketujuh kali dengan menggandeng B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden.
14 Maret
Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII. Bob Hasan dan anak Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, terpilih menjadi menteri.
15 April
Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan berunjuk rasa menuntut dilakukannya reformasi politik
18 April
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog tersebut.
1 Mei
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dahlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
2 Mei
Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).
Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi disikapi dengan represif oleh aparat. Di beberapa kampus terjadi bentrokan.
4 Mei
Harga BBM melonjak tajam hingga 71%, disusul tiga hari kerusuhan di Medan dengan korban sedikitnya 6 meninggal
7 Mei
Peristiwa Cimanggis, bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata.
8 Mei
Peristiwa Gejayan, 1 mahasiswa Yogyakarta tewas terbunuh.
9 Mei
Soeharto berangkat seminggu ke Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G-15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.

12 Mei
Tragedi Trisakti, 4 mahasiswa Trisakti terbunuh. Yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie
13 Mei
Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. Kerusuhan juga terjadi di kota Solo.
Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden.
Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.
14 Mei
Demonstrasi terus bertambah besar hampir di semua kota di Indonesia, demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
Soeharto, seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo.
Kerusuhan di Jakarta berlanjut, ratusan orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.
15 Mei
Selesai mengikuti KTT G-15, tanggal 15 Mei l998, Presiden Soeharto kembali ke tanah air dan mendarat di lapangan Bandar Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta, subuh dini hari. Menjelang siang hari, Presiden Soeharto menerima Wakil Presiden B.J. Habibie dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya.
17 Mei
Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya, Abdul Latief melakukan langkah mengejutkan pada Minggu, 17 Mei 1998. Ia mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Soeharto dengan alasan masalah keluarga, terutama desakan anak-anaknya.

18 Mei
Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu “malu”. Namun, niat itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan, “Urusan kabinet adalah urusan saya.” Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.
Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan pembentukan “Dewan Reformasi”.
Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.
19 Mei
Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma’ruf Amin dari NU. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Soeharto lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi
Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Presiden juga membentuk Komite Reformasi. Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka.
Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag Mohamad Hasan melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat aksi penjarahan dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan mundur. Pada saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi; Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Mereka intinya menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu.
Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.
20 Mei
Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas.
500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.
Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru
Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat. Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Ke-14 menteri itu adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno, Haryanto Dhanutirto, Justika Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L. Sambuaga dan Tanri Abeng.
Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono. Surat itu kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto.
Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.
Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.
Wiranto sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi keputusan Soeharto. Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto untuk mundur. Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian memanggil Habibie.
Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. Kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, “The old man most probably has resigned”. Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB. Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma’arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya. Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur – panggilan akrab Nurcholish Madjid – menyusun ketentuan-ketentuan yang harus disampaikan kepada pemerintahan baru.
21 Mei
Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Amien Rais dan cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari menyatakan, “Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru”.
Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR. Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan presiden, “ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto beserta keluarga.” Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.
22 Mei
Habibie mengumumkan susunan “Kabinet Reformasi”. Letjen Prabowo Subiyanto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad.
Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie yang memakai simbol-simbol dan atribut keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru. Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya
10 November 1998
Pada tanggal 10 November 1998, diprakarsai oleh para mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ), ITB Bandung, Universitas Siliwangi, dan empat tokoh reformasi yaitu Abdurrahman Wahid, Amien Rais, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Soekarnoputri mengadakan dialog nasional di rumah kediaman Abdurrahman Wahid, Ciganjur, Jakarta Selatan. Dialog itu menghasilkan 8 butir kesepakatan.
Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang. Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.
2.3 Penyebab Terjadinya Reformasi 1998
Krisis finansial Asia yang dimulai sejak tahun 1997 yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organisasi aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Harga bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari merangkak naik menyebabkan daya beli masyarakat kita menurun. Terlebih dengan terpilihnya Presiden Suharto kembali pada Maret 1998 turut menyulut kemarahan rakyat. Melalui serangkaian kegiatan aksi demonstrasi, para mahasiswa berusaha untuk melengserkan Presiden Suharto. Amin Rais membakar semangat mahasiswa dengan mengatakan dengan “people power”, rakyat bisa melengserkan Presiden Suharto yang di katakan “Biang KKN( korupsi, kolusi dan Nepotisme), dalam setiap pidatonya Bapak Amin Rais selalu mengajak untuk memberantas KKN sampai ke akar-akarnya.
Brikut ini beberapa dari sebagian faktor pendorong terjadinya atau terlahirnya Reformasi 1998 pada waktu itu:
1) Faktor politik meliputi hal-hal berikut.
a) Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam kehidupan pemerintahan.
b) Adanya rasa tidak percaya kepada pemerintah Orba yang penuh dengan nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi.
c) Kekuasaan Orba di bawah Soeharto otoriter tertutup.
d) Adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
e) Mahasiswa menginginkan perubahan.
2) Faktor ekonomi, meliputi hal-hal berikut.
a) Adanya krisis mata uang rupiah.
b) Naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat.
c) Sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.
3) Faktor sosial masyarakat
            Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Pelaksanaan hukum yang berkeadilan sering menimbulkan ketidakpuasan yang mengarah pada terjadinya demonstrasi-demonstrasi maupun kerusuhan. Sementara, ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar bagi ketimpangan sosial bagi rakyat atau warga negara indonesia.
        Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis sosial.Krisis sosial dapat terjadi di mana-mana tanpa mengenal waktu dan tempat. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dapat menjadi factor penentu karena sebagian besar warga masyarakat tidak mampu mengendalikan dirinya. Sementara, para mahasiswa dan para cendekiawan dengan kemampuannya dapat mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah satu jalan yang sering ditempuh adalah melakukan demonstrasi secara besar-besaran. Semangat para mahasiswa telah mendorong para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil untuk melakukan demonstrasi. Semua itu merupakan sumber krisis sosial. Demonstrasi-demonstrasi yang tidak terkendali mengakibatkan kehidupan di perkotaan diliputi kecemasan, rasa takut, tidak tenteram dan tenang. Situasi yang tidak terkendali telah mendorong sebagian masyarakat, terutama dari etnis Cina untuk memilih pergi ke luar negeri dengan alasan keamanan.
4) Faktor hukum
 Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa ‘kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif)’.Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori para mahasiswa, masalah hukum telah menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar setiap persoalan dapat ditempatkan pada posisinya secarah profesional.
Terjadinya ketidak adilan dalam kehidupan masyarakat, salah sattunya
 disebabkan oleh sistem hukum atau peradilan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu, para mahasiswa menuntut agar reformasi di bidang hukum dipercepat pelaksanaannya. Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah pilar terwujudnya kehidupan yang demokratis, sekaligus sebagai wahana untuk mengadili seseorang sesuai dengan kesalahannya.
2.4 Akibat Terjadinya Reformasi 1998
Reformasi yang tidak terkontrol pada waktu itu malah kehilangan arah, dan bahkan cenderung menyimpang dari norma-norma hukum. Dengan demikian, cita-cita reformasi untuk memperbaiki kehidupan masyarakat Indonesia akan gagal. Persoalan pokok yang mendorong atau menyebabkan lahirnya gerakan reformasi adalah kesulitan warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan bahan pokok (sembako), seperti beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan garam mengalami kenaikan yang tinggi. 
Bahkan, warga masyarakat harus antri untuk membeli sembako itu. Sementara, situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia semakin tidak menentu dan tidak terkendali. Harapan masyarakat akan perbaikan politik dan ekonomi semakin jauh dari kenyataan. Keadaan itu menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis dan tidak percaya terhadap pemerintahan BJ. Habibie yang masih dianggap sebagai kaki tangan suharto di Orde Baru. Pemerintahan BJ. Habibie dinilai tidak mampu menciptakan kehidupanmasyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Baru setelah BJ. Habibie mundur yang hanya menjabart selama 1 tahun. BJ. Habibie  melakukan pemilihan Presiden RI. Maka pada 20 oktober 1999 terpilihlah preside RI – 4 yaitu bapak Gusdur. Kesetabilan prekonomian mulai terjamin stelah program-program pemerintahan orde baru diganti menjadi program yang pro rakyat. Beberapa kebijakan pada zaman orde baru pun telah dicabut. Dan kebijakan yang menjadi ciri khas gusdur ialah kebijakan terhadap para Etnis Tionghoa yang mencabut larangan perayaan tahun baru imlek.
2.5 Tujuan Terjadinya Reformasi 1998
Atas kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan cendikiawan mengadakan suatu gerakan reformasi dengan tujuan memperbaharui tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, bemegara, agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Agenda reformasi yang disuarakan mahasiswa diantaranya sebagai berikut:
(1)adili Soeharto dan kroni-kroninya
(2) amandemen Undang-Undang dasar 1945
(3) penghapusan dwifungsi ABRI
(4) otonomi daerah yang seluas-luasnya
(5) Supermasi hukum
(6) pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.






BAB III
KESIMPULAN

            Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan factor atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mempengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru. Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan yang tercantum didalam UUD 1945.
        Masih ingatkah kamu akan pengertian Orde Baru? Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan. Penyimpangan- penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi yang dikehendaki rakyat indonesia dan di pelopori oleh para mahasiswa indonesia.



DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar